Resensi buku 90 menit bersama Descartes
Judul buku : 90 menit bersama Descartes
Identitas buku : - Judul buku : Descartes in 90 minutes
90 menit bersama Descartes
- Penulis : Paul Strathern
- Penerbit : Erlangga
- Tahun : 2001
- Tebal : 80 halaman
Pendahuluan :
Pada akhir abad keenam belas, filsafat telah berhenti. Descartes memulainya kembali.
Filsafat dimulai untuk yang pertama kalinya pada abad keenam sebelu Masehi di Yunani kuno. dua abad kemudian, tercapai zaman keemasan filsafat dengan munculnya Aristoteles. Setelah itu, hampir selama 2000 tahun, tidak terjadi apapun. Tidak ada suatu yang orisinal. Tentu saja memang ada sejumlah filsuf yang dilahirkan selama periode 2000 tahun tersebut. Filsuf dari Aleksiandria pada abad ketiga, Plotinus, menandatangi filsafat plato hingga terbentuknya Neoplatonisme. Santo Agustinus dari Hippo memperbaiki lagi filsafat Neoplatonisme untuk bisa diterima dalam teologi Kristiani.
Isi :
Descartes adalah filsuf paling orisinal yang muncul pada abad kelima belas setelah matinya Aristoteles.
Descartes dikirim ayahnya untuk belajar di sekolah khusus ketika ia baru berumur 8 tahun. Kepala sekolah ini adalah teman dekat sang ayah, karenanya si kecil Descartes memiliki banyak perlakuan istimewa yang tidak diperoleh teman-temannya. Ia memiliki kamarnya sendiri dan diperbolehkan bangun kapan saja sesukanya (Descartes memilih untuk bangun disiang bolong). Walaupun demikian, Descartes selalu menjadi yang terbaik di kelasnya. Hobinya bangun siang is bawa terus sepanjang hidupnya, bahkan sekalipun ia telah memasuki dunia militer. Begitu pula dengan hobinya yang lain, yakni berpikir.
Penutup :
Sebelum munculnya Descartes, filsafat tertidur nyenyak. Zaman modern bagi filsafat dimulai dengan Descartes. Sejak periode ini, keutamaan individu dan analisis mengenai kesadaran manusia menjadi dasar bagi filsafat. Dalam satu bentuk atau bentuk lainnya, keadaan itu bisa dikatakan bertahan seperti itu hingga belakangan ini. Sekarang ini, semua yang diutarakan oleh Descartes tampaknya tinggal kata-kata yang tersimpan dalam kamus, terus diterjemahkan tanpa ada upaya untuk menciptakan sesuatu yang lebih spektakuler. Sekali lagi, filsafat membutuhkan Descartes untuk membangunkannya.
Nama : Siti Liz Zkia Nurul Hilma
No : 32
Komentar
Posting Komentar